Teknologi akselerator kini menjadi tulang punggung inovasi di bidang kesehatan dan industri. Di tingkat global, lebih dari 20.000 unit beroperasi untuk produksi radioisotop medis, terapi kanker, hingga penguatan material industri.
Hal ini dijelaskan oleh Muhammad Rifai, Kepala Pusat Riset Teknologi Akselerator BRIN, dalam presentasinya yang bertajuk "Accelerator Technology Platform for Medical and Industrial Applications" pada Research Collaboration Special Session di perhelatan 21st ASEAN Ministerial Meeting on Science, Technology and Innovation (AMMSTI-21), 87th Meeting of the Committee on Science, Technology and Innovation (COSTI-87), di Gedung B.J. Habibie Thamrin, Jakarta, Senin (16/6).
Dalam kesempatan tersebut, Rifai yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Large Nuclear and Synchrotron Network (LNSN) ASEAN serta Manajer Platform Teknologi Akselerator BRIN, memaparkan bagaimana kolaborasi regional melalui platform ini dapat mempercepat pengembangan radiopharmaceutical, riset material, dan pemanfaatan sinar proton untuk terobosan industri di kawasan ASEAN.
“Kolaborasi riset akan mempercepat pengembangan teknologi ini di kawasan ASEAN, baik melalui program akademik (S2/S3) maupun peneliti pascadoktoral (postdoctoral fellow), maupun skema visiting researchers/professors,” ujarnya.
Lebih jauh Rifai menjelaskan bahwa sinar partikel yang dihasilkan akselerator dapat dimanfaatkan untuk sterilisasi alat kesehatan, produksi radioisotop untuk sintesis radiofarmaka, serta terapi kanker. “Akselerator besar tidak hanya mampu menghancurkan sel kanker, tetapi juga digunakan untuk mengungkap struktur protein dan virus, hingga mengoptimalkan vaksin dan obat baru,” jelasnya.
Dalam konteks regional, BRIN melalui Accelerator Technology Platform for Medical and Industrial Applications mengembangkan berbagai fasilitas, seperti Cyclotron DECY 13 MeV dan SCARLA 30 MeV, serta laboratorium radioisotop dan sistem pemantauan radiasi. Infrastruktur ini menjadi fondasi penting untuk mendukung riset lanjutan, baik dalam ilmu hayati, ilmu material, maupun biologi molekuler.
Kolaborasi yang ditawarkan platform BRIN mencakup pengembangan teknologi akselerator, desain dan aplikasi siklotron, serta produksi radioisotop untuk aplikasi medis, seperti Fluorine-18 untuk PET scan. Selain itu, pemanfaatan proton beam untuk uji material dan analisis aktivasi proton (PAA) turut menjadi fokus strategis yang ditawarkan kepada mitra riset dan industri.
Rifai juga menekankan pentingnya kemitraan global untuk memanfaatkan akses fasilitas internasional, seperti melalui program kerja sama dengan IAEA (International Atomic Energy Agency). “Melalui kolaborasi internasional, kita bisa mendorong lahirnya inovasi disruptif dalam diagnostik medis dan teknologi industri,” ujarnya.
Dalam forum AMMSTI-21 yang dihadiri para menteri riset dan teknologi ASEAN serta delegasi dari COSTI-87 ini, BRIN menargetkan percepatan pembangunan ekosistem riset yang kolaboratif, sekaligus mendorong alih pengetahuan dan teknologi dari laboratorium ke sektor industri dan Kesehatan.
Melalui platform kolaborasi riset ini, diharapkan dapat memperluas penerapan teknologi akselerator secara nyata demi kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan daya saing nasional. Untuk itu, BRIN, melalui Pusat Riset Teknologi Akselerator, membuka peluang kemitraan dan komunikasi lebih lanjut melalui email: [email protected]. Fasilitas riset berlokasi di Kawasan Sains dan Teknologi BJ Habibie, Serpong, Tangerang Selatan. (mfs)
Sumber Repost : BRIN
Penandatangan Kontrak Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Bagi Dosen Penerima dan Kepala LPPM. Penelitian-PPM Biaya DPPM Dikti dan Internal PNBP UNG
Pendaftaran Mahasiswa Peserta KKN Tematik tahap II tahun 2025
Bertempat di Gedung LPMPP
Bertempat di Fakultas Ekonomi pukul 09:00 WITA