Jakarta – Sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia yang sebagian besar wilayahnya terletak di kawasan segitiga terumbu karang (Coral Triangle Area), Indonesia memiliki keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang begitu kaya. Peningkatan tekanan lingkungan, kerusakan alam akibat ulah manusia, serta pemanfaatan sumber daya laut yang berlebih menjadi ancaman besar bagi kelestarian keanekaragaman hayati pesisir dan laut Indonesia. Oleh karenanya, pengetahuan dan pemahaman nilai dan potensi sumber daya laut dan pesisir penting sebagai dasar pelaksanaan tata kelola.
“Penelitian akan keanekaragaman hayati di pesisir dan laut perlu ditingkatkan untuk kepentingan keilmuan, serta demi melindungi hilangnya ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati di laut,” jelas Menristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro saat menjadi pembicara kunci pada Webinar International Symposium on Coastal and Marine Biodiversity (ISCOMBIO) 2020: ‘Status Terkini dan Masa Depan Biodiversitas Laut dan Pesisir Indonesia sebagai Harta Karun Nasional untuk Kesejahteraan Umat Manusia dan Pelestarian Alam’, Kamis (17/9).
Sebagai negara kepulauan, perairan laut Indonesia meliputi 20% total ekosistem terumbu karang dunia, 5% ekosistem padang lamun, dan 20% ekosistem hutan bakau serta dikelilingi oleh berbagai ekosistem laut tropis termasuk laguna, teluk, selat, laut terbuka, laut dalam. Ekosistem laut dan pesisir Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dan merupakan habitat bagi 75% spesies terumbu karang dan 37% spesies ikan dunia. Namun demikian, Menteri Bambang menyampaikan kehidupan dari laut begitu misterius dan banyak yang belum tergali dan terpetakan. karena perkembangan sains dan teknologi di bidang kelautan dan kemaritiman masih rendah jika dibandingkan dengan di wilayah daratan.
“Kolaborasi penelitian bersama luar dan dalam negeri di kawasan ini adalah salah satu solusinya dan sangat penting karena semakin sedikitnya ahli taksonomi kelautan atau ahli biologi yang tertarik melakukan kajian tentang keanekaragaman hayati pesisir dan laut. Kolaborasi dan kerja sama masih dibutuhkan, Indonesia sangat terbuka akan kerja sama penelitian internasional,” terang Menteri Bambang.
Pada kegiatan ini Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengungkapkan riset memiliki peran penting sebagai landasan dalam identifikasi, pengelolaan serta pemanfaatan keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan sumber daya pesisir dan laut. Menurutnya, eksplorasi ilmiah dibutuhkan untuk memahami secara utuh struktur kompleks proses bioekologi di berbagai ekosistem laut Indonesia.
“Masih banyak eksplorasi ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan model yang ideal dan representatif. Hal itu untuk pengelolaan sumber daya laut yang berbasis sains dan teknologi, baik untuk saat ini dan di masa depan,” ungkap Handoko.
Turut hadir dalam International Symposium on Indonesian Biodiversity berbagai pembicara yang ahli dalam bidang konservasi, bioprospeksi dan bioekonomi keanekaragaman hayati kelautan yang berasal dari LIPI, Kemenristek/BRIN, Universitas Hasanuddin, University of Queensland, Fisheries and Aquaculture Department FAO, ISEM-IRD France, University of California Los Angeles (UCLA), UMR-IRD France serta MARBEC-IRD France.
Biro Kerja Sama dan Komunikasi PublikKemenristek/BRIN danLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Bertempat di Gedung LPMPP
Bertempat di Fakultas Ekonomi pukul 09:00 WITA
Pukul 09.30 WITA bertempat di Gedung LPPM Ruang Sidang Lt. 2
Lokasi bertempat di Rektorat UNG