Peneliti Pusat Riset Agroindustri, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sri Widowati memaparkan, diversifikasi pangan lokal menjadi salah satu kunci penting untuk mengatasi berbagai tantangan di bidang ketahanan pangan, gizi, dan kesehatan masyarakat. Diversifikasi pangan adalah langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis bahan pangan dan memanfaatkan kekayaan pangan lokal Indonesia.
“Diversifikasi pangan lokal bertujuan untuk meningkatkan gizi masyarakat, mengurangi ketergantungan pada beras, dan mendukung ketahanan pangan nasional dengan cara memanfaatkan potensi lokal. Ini juga dapat menjadi solusi untuk masalah stunting, diabetes, dan hipertensi,” terang Sri dalam Webinar Literasi Sains bertema Pencegahan Stunting: Kajian Inovasi Produk Pangan Lokal Bergizi Tinggi, Senin (9/12).
Sri menyebutkan, diversifikasi pangan memiliki dua pendekatan, antara lain diversifikasi horizontal, yaitu mengalihkan pola konsumsi dari satu sumber karbohidrat utama seperti beras ke bahan pangan lain, seperti jagung, ubi kayu, sorghum, dan talas. Kemudian diversifikasi vertikal, dengan mengembangkan produk olahan dari satu bahan pangan, seperti tepung kasava dari ubi kayu, yang dapat diolah menjadi mi, pasta, atau roti.
“Meski pola konsumsi masyarakat Indonesia menunjukkan perbaikan, konsumsi umbi-umbian dan kacang-kacangan masih rendah. Padahal, Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis protein, serta beragam buah dan sayuran. Kekayaan pangan lokal kita harus dikaji lebih mendalam, tidak hanya dari segi mutu gizi, tetapi juga manfaat fungsionalnya,” tuturnya.
Lebih lanjut Sri menjelaskan, pangan lokal Indonesia memiliki potensi besar sebagai pangan fungsional. Umbi-umbian misalnya, kaya akan serat, pati resisten, dan antioksidan, dengan indeks glikemik rendah. Sementara itu, kacang-kacangan seperti kedelai dan kacang koro, merupakan sumber protein nabati yang baik.
“Pangan fungsional ini tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan, tetapi juga dapat membantu mencegah penyakit degenerative, dan meningkatkan daya tahan tubuh,” tambahnya.
Menurutnya, meski memiliki potensi besar, diversifikasi pangan lokal menghadapi kendala, seperti ketergantungan masyarakat pada beras, kurangnya promosi produk berbasis lokal. Selanjutnya, tantangan produksi misalnya konsistensi mutu bahan baku, dan dampak perubahan iklim.
“Namun, peluang tetap terbuka contohnya tepung kasava, dapat menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada tepung terigu. Pemanfaatan pekarangan rumah melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL) juga menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan produksi pangan keluarga,” terangnya.
Dia menyebut, dengan teknologi seperti vertikultur dan vertiminaponik, masyarakat bisa memanfaatkan lahan sempit untuk budidaya sayuran dan ikan. Hal ini untuk mendukung ketahanan pangan keluarga dan ekonomi lokal.
Sri juga menyoroti pentingnya regulasi, seperti Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 13 Tahun 2024 tentang standar mutu produk pangan lokal. Diperlukan strategi seperti promosi konsumsi pangan lokal, inovasi olahan pangan lokal, serta kerja sama dengan industri pangan, UMKM, dan sebagainya.
“Program diversifikasi pangan lokal juga harus masuk dalam kebijakan nasional, seperti program makanan bergizi gratis untuk anak-anak. Dengan langkah-langkah strategis ini, diversifikasi pangan lokal dapat menjadi solusi holistik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mendukung ketahanan pangan, dan melestarikan kekayaan pangan Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu Direktur Repositori, Multimedia dan Penerbitan Ilmiah BRIN Zaenal Akbar saat membuka acara menjelaskan, BRIN melalui Direktorat Repositori, Multimedia dan Penerbitan Ilmiah mendorong peningkatan kesadaran tentang pentingnya dokumentasi, pelestarian, dan penyebarluasan pengetahuan lokal
“Hal tersebut sebagai bagian dari upaya menjaga warisan budaya dan mendukung program pemerintah, khususnya dalam pencegahan stunting. Program ini merupakan bagian dari tanggung jawab institusi untuk mengakuisisi, mendokumentasikan, dan menyebarluaskan pengetahuan lokal, baik dalam bentuk buku maupun audiovisual,” jelasnya.
Dia menyatakan, Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga memiliki kekayaan budaya dan praktik hidup masyarakat yang dikenal sebagai kearifan lokal. “Sayangnya, jika tidak didokumentasikan dan disebarluaskan, kekayaan ini akan hilang. Oleh karena itu, kami berupaya memberikan kontribusi melalui program akuisisi pengetahuan lokal," ungkapnya.
Zaenal juga menyoroti pentingnya pengetahuan lokal terkait pangan, terutama dalam mendukung perbaikan gizi masyarakat. Banyak produk pangan lokal yang memiliki potensi tinggi untuk meningkatkan gizi, dan berkontribusi pada pencegahan stunting. Beberapa karya dari narasumber dalam webinar ini bahkan telah diakuisisi untuk mendukung program ini.
“Kami mengapresiasi para peserta dari berbagai daerah di Indonesia untuk terus mendokumentasikan, serta menyebarluaskan pengetahuan lokal di wilayah masing-masing. Kami berharap kegiatan ini menjadi langkah awal untuk mendorong upaya pelestarian pengetahuan lokal secara berkelanjutan," tutupnya. (ln/ed. ns)
Sumber : BRIN
Bertempat di Gedung LPMPP
Bertempat di Fakultas Ekonomi pukul 09:00 WITA
Pukul 09.30 WITA bertempat di Gedung LPPM Ruang Sidang Lt. 2
Lokasi bertempat di Rektorat UNG